Pendekatan Legal/Institusional
Pendekatan
Legal/Institusional atau yang kita kenal dengan Pendekatan Tradisional ini
berkembang sejak abad 19. Dalam pendekatan ini, Negara yang menjadi fokus
utamanya, terutama dalam hal yuridis dan konsititusional. Pendekatan ini
mencakup sifat dari undang-undang dasar, masalah kedaulatan, kedudukan dan
kekuasaan formal serta yuridis dari lembaga-lembaga kenegaraan.
Pendekatan
ini lebih bersifat statis dan deskripstif daripada analitis. Serta bersifat
normatif dengan mengansumsikan norma-norma demokrasi barat. Pendekatan ini
membahas kekuasaan serta wewenang yang ia miliki, hal ini telah dituliskan
didalam naskah-naskah resmi seperti UUD.
Pendekatan Perilaku
Pendekatan
perilaku berkembang pada tahun 1950-an. Sebab munculnya pendekatan ini antara
lain: Pertama, sikap deskriptif yang
dalam ilmu politik kurang memuaskan karena tidak sesuai dengan fakta yang ada
di kehidupan sehai-hari. Kedua,
adanya rasa khawatir jika ilmu politik tidak berkembang dan malah tertinggal dengan
ilmu-ilmu yang lainnya. Ketiga,
pemerintah Amerika merasa ragu dengan sarjana-sarajana ilmu politik untuk
menerangkan fenomena politik.
Dari
salah satu pelopor pendekatan perilaku bahwa tidak ada gunanya membahas
lembaga-lembaga formal karena bahasannya tidak banyak memberi indormasi
mengenai politik yang sebenarnya terjadi. Sebaliknya, akan lebih bermanfaat
lagi jika mempelajari manusia itu sendiri serta perilaku politiknya, sebagai
gejala yang sesungguhnya dapat diamati.
Pendekatan
perilaku memberikan ciri khas yang revolusioner yaitu suatu orientasi kuat
untuk lebih mengilmiahkan ilmu politik. David Easton (1962) dan Albert Somit
(1967) menjelaskan ciri-cirinya sebagai berikut:
1. Perilaku
dalam politik menampilkan suatu keteraturan.
2. Harus
ada suatu usaha yang dapat membedakan secara jelas antara norma dan fakta.
3. Setiap
analisis harus bebas dari nilai (value-free)
dan bebas nilai pribadi peneliti.
4. Penelitian
harus sistematis serta harus menuju kearah pembentukan teori.
5. Ilmu
politik harus bersifat murni.
Menurut Gabriel A. Almond, salah satu ciri khas pendekatan perilaku adalah masyarakat dapat dilihat sebagai suatu system social, sedangkan Negara sebagai suatu system politik. Dalam suatu system, bagian-bagiannya saling berinteraksi satu sama lain, saling bergantungan, dan bekerja sama guna menunjang terselenggaranya system tersebut.
Beliau
berpendapat bahwa semua system memiliki struktur dan unsur dari struktur
memberikan beberapa fungsi. System politik memiliki dua fungsi, yaitu fungsi
masukan (Input) dan fungsi keluaran (output). Input ialah sosialisasi politik dan rekrutmen, artikulasi
kepentingan, himpunan kepentingan, dan komunikasi politik. Kemudian Almond
mengubahnya menjadi 3 fungsi, yakni fungsi kapasitas, konversi & pemeliharaan,
dan adaptasi. Sementara itu, terdapat 3 fungsi output yakni membuat peraturan, mengaplikasikan peraturan, dan
memutuskan peraturan.
Kritik Terhadap
Pendekatan Perilaku
1) Pendekatan
perilaku tidak memiliki relevansi dengan permasalahan poitik yang ada, sehingga
pusatnya hanya pada masalah yang kurang penting.
2) Pendekatan
perilaku kurang memiliki rasa peduli terhadap masalah-masalah penting yang
sedang terjadi.
3) Pendekatan
perilaku terlalu steril karena menolak nilai-nila dan norma dalam penelitian
polirik masuk kedalamnya.
4) Pendekatan
perilaku tidak berusaha mencari jawaban atas pertanyaan yang mengandung nilai.
Pendekatan Neo-Marxis
Anggota
Neo-Marxis kebanyakan berasal dari kalangan “borjuis”. Kalangan tersebut tidak
ingin bergabung kedalam suatu organisasi besar seperti partai politik. Disatu
sisi para Neo-Marxis menolak adanya komunisme karena sifatnya yang represif,
tetapi disisi lain mereka juga menolak akan adanya masyarakat kapitalis
ditempat mereka. Hal yang menjadi focus utama adalah kekuasaan dan konflik yang
terjadi di dalam Negara tersebut. Menurut kalangan Neo-Marxis konflik
antarkelas ialah sebuah proses yang sangatlah penting untuk mendorong sebuah
perubahan di masyarakat.
Terdapat
dua unsur pemikiran Marx yang sangat menarik bagi para Neo-Marxis. Pertama, ramalan tentang runtuhnya
kapitalisme yang tidak dapat dihindari. Kedua,
dalam etika humanis, bahwa sesungguhnya manusia itu adalah mahluk yang baik. Kelemahan
Neo-Marxis ialah mereka yang masih mempelajari Marx dalam keadaan dunia yang
sudah banyak berubah. Sehingga banyak masalah yang dianggap masalah pokok,
hanya disinggung sepintas dan selebihnya tidak diperhatikan sama sekali.
Teori ketergantungan
Teori
ketergantungan ialah suatu kelompok yang mengkhususkan penelitiannya hanya pada
Negara Dunia Pertama dan Negara Dunia Ketiga. Kelompok ini berpendapat bahwa
imperialisme masih terus berlangsung sampai saat ini dengan sebuah dominasi
ekonomi yang dilakukan oleh Negara besar dan kaya terhadap Negara kecil dan
kurang maju. Dominasi ekonomi terlihat pada pembangunan yang dilakukan oleh
Negara Dunia Ketiga yang selalu berkaitan erat dengan pihak barat.
Hal ini dapat kita lihat dari, pertama, Negara-negara bekas jajahan harus menyediakan Sumber Daya Manusia serta Sumber Daya Alamnya, dengan diberi upah kecil untuk tenaga kerja dari Negara bekas jajahan tersebut. Dan Sewa tanah yang rendah dan bahan baku yang murah. Kedua, Negara kurang maju dijadikan pasar hasil produksinya Negara maju, sedangkan jika Negara kurang maju ingin mengekspor suatu produksi hal tersebut sering ditentukan oleh Negara maju. Hal ini mengakibatkan kemiskinan terus-menerus kepada Negara kurang maju.
Andre Gunder Frank berpendapat bahwa penyelesaian suatu masalah hanyalah melalui revolusi social secara global. Selain itu Henrique Cardoso berpendapat bahwa pembangunan independen mutlak terjadi, sehingga revolusi tidak mutlak terjadi.
Pendekatan Pilihan Rasional
Substansi dasar mengenai doktrin pendektan pilihan rasional telah dirumuskan oleh James B. Rule, sebagai berikut:
1) Tindakan
manusia pada dasarnya adalah “instrument”, agar perilaku manusia dapat
dijelaskan sebagai usaha mencapai suatu tujuan yang sedikit banyak mempengaruhi
apa yang diinginkannya.
2) Para
actor merumuskan perilakunya melalui perhitungan rasional mengenai tindakan
mana yang akan dipilih untuk memaksimalkan keuntungannya.
3) Proses
social berskala besar termasuk hal-hal seperti ratings, institusi dan praktik merupakan kalkulasi seperti itu.
Mungkin akibat dari pilihan kedua, pilihan ketiga, atau pilihan N perlu diacak
kembali.
Pendekatan pilihan rasional adalah timbulnya perhatian kembali pada karya John Rawls, dikaryanya dikatakan bahwa nilai-nilai seperti keadilan, persamaan hak, serta moralitas merupakan sifat manusia yang perlu dikembangkan kembali.
Pendekatan Institusionalisme Baru
1) Anggota
dan Kelompok melaksanakan proyek sesuai dengan konteks dan dibatasi secara
kolektif.
2) Pembatasan-pembatasan
tersebut terdiri dari institusi-institusi, yaitu; a. pola norma dan pola peran
yang telah berkembang dalam kehidupan social dan b. perilaku dari mereka yang
memegang peran itu.
3) Pembatasan
ini pada dasarnya memberi keuntungan bagi individu dan kelompok dalam mengejar
tujuang masing-masing.
4) Hal
ini disebabkan karena factor yang membatasi kegiatan individu dan kelompok,
juga mempengaruhi pembentukan prefensi dan motivasi dari individu dan kelompok
itu sendiri.
5) Pembatasan-pembatasan
ini mempunyai akar historis, sebagai tindakan dan pilihan masa lalu. Pembatasan
ini mewujjudkan, memelihara, dan memberi peluang serta kekuatan yang berbeda
kepada individu dan kelompok masing-masing.
0 komentar:
Posting Komentar